Rahasia
dari balik tumpukan kaleng
Kaos robek, celana pendek lusuh, dan karung
kotor selalu membalut raga bocah pencari kaleng yang tak pernah menyapa sang
waktu. Muhammad Rizki sang bunda menuliskan nama itu sebelum meregang nyawa.
Rizki tidak bisa berbicara ketika dia berinjak usia satu tahun. Ibunya
meninggal saat melahirkan dia. Dia hidup sendirian bersama ayahnya yang serba
kekurangan.Dia adalah anak tunggal yang sangat di banggakan ayahnya.
Penghasilan ayahnya sekitar 5000 ribu per hari dari hasil mengumpulkan
kaleng-kaleng di jalanan setiap hari.
Sebuah
gubuk kecil yang sudah tua, gelap tanpa listrik, dan taka da satu pun barang
istimewa di dalamnya. Hanya sang mentari yang menemani gubuknya dan sang
rembulan yang terkadang menyelinap memberikan secercah cahaya. Jika sang
rembulan tak hadir, lilin kecil selalu menari menerangi gubuk yang penuh cinta.
Cinta yang diterima Rizki dari Allah dan ayahnya tercinta.
Paginya
sebelum ke sekolah, dia selalu bekerja dengan ayahnya mencari barang-barang
bekas yang di jual untuk menyambung hidupnya. Setiap malam ayahnya hanya
berpikir apa yang dapat dimakan untuk keesokan harinya.
Hari
ini rizki dapat tersenyum dalam segala keterbatasannya. “Pak …… ih …. ih …. “
suara Rizki sambil menunjuk tempe dan nasi di meja reot di pojok ruangan. “Iya
….. ini untuk Rizk” kata Ayah sambil menaruh nasi dan tempe di atas piring. Setiap
hari mereka hanya makan nasi putih dan garam saja dan jika ada rejeki lebih dia
dan ayahnya baru membeli lauk pauk.
Ayahnya
hanya berdoa dan selalu memberikan semangat untuk Rizki, walaupun seperti
sesuatu yang tidak mungkin kalau Rizki ingin menjadi dokter. Dia ingin menjadi
dokter kandungan karena waktu sang ibu
melahirkan dia, biaya USG sampai proses persalinannya menurut ayahnya mahal hingga
ayahnya tidak sanggup untuk membayarnya. Dia berkomitmen kalau dia menjadi
dokter kandungan, dia akan menggratiskan biaya untuk USG sampai proses
persalinan untuk ibu-ibu hamil yang kurang mampu dan tidak memiliki dana yang
cukup. Dia optimis akan cita-citanya itu akan tercapai walaupun banyak
rintangan yang menghambatnya. baginya rintangan itu yang memicu dia menjadi
semangat untuk belajar-dan belajar.
Hidup
serba kekurangan, namun dia memiliki semangat hidup yang kuat. Ayahnya selalu
menanamkan rasa percaya diri dengan menumbuhkan keimanan dari diri Rizki. Di
dalam pikirannya ketika bangun pagi adalah semangat hidup untuk memperbaiki
kehidupannya nanti menjadi lebih baik dari yang sekarang, walaupun banyak
orang-orang yang mencemohnya. Bahkan ketika ayahnya memasukkannya ke sekolah
dasar negeri di dekat rumahnya, banyak yang mencibir dengan segala
keterbatasannya.
Cemoohan,
hinaan, pukulan sering diterimanya, sehingga sering sekali ayahnya melihat
badannya yang memar-memar akibat pukulan dari teman-temannya. Dia sering di
ejek “manusia bau dan kotor”.Ketika dia lewat di depan teman-temannya dia
sering di ejek “awas permisi ada manusia hutan yang mau lewat”. Dia selalu
menangis di depan ayahnya ketika pulang sampai di rumah. Bahkan imannya sempat
turun karena perlakuan teman-temannya.
“Ayah ALLAH itu maha
baik kan?? Tapi kenapa ALLAH menciptakan kondisi fisikku yang seperti ini ayah?
Kata Rizki di tengah isak tangisnya sambil menjelaskan dengan bahasa isyarat
kepada ayahnya. Ayahnya hanya memeluk dan memeluk sampai Rizki merasakan kasih
sayang sebagai kekuatan yang luar biasa dalam dekap sang ayah. Dan ayahnya
menjawab sambil tersenyum “anakku sayang
kita tidak boleh berkata begitu kepada ALLAH”
Dalam
gubuk mungil inilah ayah dan anak saling mencurahkan hati. Kerongkongan ayah
seperti tercekik tidak dapat berkata apa-apa. “Ayah yakin tidak ada satu
makhluk pun yang ALLAH ciptakan dengan keburukan,karena ALLAH itu menciptkan makhluknya
dengan kelebihan dan kekurangan.
Janganlah kita berputus asaa semua ciptaan manusia di hadapannya ALLAH itu sama.
Manusia berbeda di hadapan Allah karena keimanan dan ketaqwaanmasing-masing”
Kata ayahnya sambil menguatkan iman dan hatinya lewat perkataan. Anakku sayang,
ayah yakin kamu bisa menggapai cita-citamu dengan segala keterbatasan yang kamu
miliki, intinya selalu tersenyum dan tetap optimis anakku” kata ayahnya sambil
tersenyum dan memberikan kata-kata motivasi untuk dia.
“Assalamualaikum”
…… terdengar suara salam seorang wanita. “Waalaikumsalam” jawab ayahnya. “Maaf,
saya Riska… ibu guru Rizki ? “Kata Ibu guru yang selalu memotivasi Rizki.
Ayahnya memanggil Rizki untuk menemui ibu gurunya. Rizki dan ibu guru terlibat
dalam percakapan yang lama sore itu, hingga akhirnya Rizki mulai tersenyum.
Enath apa yang diperoleh Rizi dalam pertemuan dengan ibu gurunya.
Dengan
kata-kata motivasi yang di berikan oleh ayahnya, Rizki mulai bangkit dari
ejekan yang di berikan oleh teman-temannya dan dia beranggapan bahwa apapun
kata-kata ejekan yang di berikan oleh teman-temannya soal dirinya seperti
angina lalu saja. Dia tidak pernah memasukkan lagi ke hati, sehingga tidak
pernah tersakiti lagi soal keterbatasan fisiknya itu. Perhatian yang luar biasa
dari para guru lambat laun memberikan semangat bagi Rizki untuk menjadi yang
terbaik. Bahkan beberapa Ustadz yang membimbing Rizki mengaji lebih bersemangat
ketika Rizki dapat mengalunkan ayat-ayat Al-Quran dengan baik.
Hari
demi hari, dia lalui dengan tersenyum dan penuh semangat untuk menggapai
cita-citanya. Tidak terasa sudah setahun dia menjadi murid di sekolah tempatnya
belajar. Dia mulai belajar dengan sungguh-sungguh dengan keterbatasan sarana
dan prasarana yang dimiliki. Beruntung banyak juga yang memperhatikan dia di
sekolah. Buku pelajaran ia pinjam di perpustakaan sekolah, buku tulis dikasih
tetangga, dan lilin sebagai penerangnya
dalam belajar. Hanya semangat yang mengantarkan dia dalam proses belajar di
sekolahnya hingga dia mampu menjadi juara satu di kelas. Penghargaan dari
sekolah diterimanya dalam cucuran air mata. Dia tidak dapat berkata, dia hanya
menuliskan di selembar kertas “Terima kasih untuk semua”
Akhirnya
tiba juga liburan semester yang biasa di tunggu-tunggu oleh anak sekolah.
Biasanya sering sekali liburan semester di isi dengan bertamasya ke luar kota
atau juga berlibur ke tempat rekreasi. Tapi tidak untuk dia, dia mengisi
liburannya dengan membantu ayahnya mencari barang bekas yang bisa di jual
kembali ke pengumpul barang bekas (BESTU) untuk memenuhi kehidupan hidupnya. Menurut
dia liburan sambil membantu mencari
barang bekas bersama ayahnya lebih asik atau menyenangkan ketimbang harus pergi
ke mall atau ke tempat rekreasi manapun. Kalaupun bosan, dia sering mencari
ikan di sungai dekat rumahnya bersama ayahnya atau mencari keong atau belalang
untuk di jadikan sebagai makanan.
Dia
menikmati liburan dengan bergelut bersama tumpukan kaleng hingga liburan usai
dan dia mulai masuk sekolah. Seperti anak-anak sekolah pada umumnya dia
mempersiapkan segala peralatan sekolahnya di malam hari dan memasukkan di dalam
tas yang ia miliki, walaupun dengan bermodal buku tulis bekas,pensil,bolpen dan
juga tas bekas yang masih layak pakai, namun dia memiliki semangat yang lebih
dari sebelumnya. Seusai menyiapkan peralatan sekolah yang ia gunakan besok, ia
bergegas tidur dan tak lupa juga dia berdoa kepada ALLAH agar hidupnya esok
bersama ayahnya lebih baik dari pada hari ini dan kemarin.
Pagi
telah tiba dengan kesempurnaan pagi yang seperti biasanya. Matahari terbit di
timur, kokok ayam jantan dan sang awan yang menari dengan indah seakan menyapa
bocah yang tak pernah mendapat kasih saying ibu ini. Dia tak pernah sarapan,
tak punya uang jajan, tak punya bekal untuk di bawa ke sekolah. Dia hanya punya
doa seusai sembahyang subuh. Sebelum berangkat ke sekolah ia berpamitan dan
mencium tangan orang tua satu-satunya di dunia ini. Ketika sampai di sekolah,
dia dicemooh lagi dan di hina seperti biasanya. “Awas ada manusia hutan yang
mau lewat”,dia hanya tersenyum saja dan tidak membalasnya dengan hinaan atau
kekerasaan. Untunglah bapak dan ibu guru tidak henti-hentinya mengingatkan
teman-temannya dan selalu memberikan semangat kepadanya.
Di
dalam pikirannya waktu itu adalah ingin membuktikan bahwa “memang saya ini anak
yang kurang sempurna fisiknya dan tidak punya harta yang melimpah, tetapi
dengan kerja keras dan usaha yang di landasi iman kepada ALLAH. Dia yakin bahwa
bukan saya yang mengejar uang tetapi uang yang akan mengejar saya”.Dia hanya
menganggap hinaan itu sebagai angin lalu yang berhembus kepadanya dan hilang
dengan sendirinya.
Ujian
semester telah tiba dan dia harus menyiapkan diri dengan semua ilmu yang telah
bapak dan ibu guru berikan di sekolah. Dia mempelajari lagi ilmu-ilmu yang bapak
ibu guru ajarkan.ia belajar dengan serius karena tidak ada radio, televisi,
tidak ada hp, tidak ada game, dan tidak ada makanan. Ia belajar hingga larut
malam dan tertidur pulas di sebuah tempat tidur yang biasa sebagai tempat belajarnya.
Paginya, dia memegang tangannya sendiri yang
terasa hangat dan badannya terasa sakit. Dia berusaha bangun karena dia ingin mengikuti
ujian semester di sekolahnya.Namun sayang ketika dia mengejarkan soal-soal
semester yang di berikan,dia tidak terlalu berkonsentrasi akibat kondisi
tubuhnya yang semakin menggigil, akhirnya hasil ulangan semester dia
mendapatkan peringkat kedua Dia tidak patah semangat untuk menjadi peringkat
satu pada semester berikutnya.
Perjalanan
hidupnya memang tidak semulus kertas. Suatu hari dia fitnah oleh teman kelasnya
yang sangat membenci dia. Temannya memasukkan buku cetak Ani ke tasnya ketika
waktu istirahat. “Bu Guru, buku Matematikaku tidak ada nih ibu?” Kata Ani. Bu
guru menjawabnya “Bu guru tidak tau nak coba lihat dulu di tas kamu dengan
baik, siapa tau terselip” Ani pun memeriksa kembali di tasnya dan berkata pada
gurunya “saya sudah memeriksanya bu guru tapi tidak ada”, Akhirnya ibu guru
menanyakan ke semua siswa yang ada di
dalam kelas.“Siapa yang mengambil buku matematika Ani, ayo jujur?. Semua
terdiam dan tidak ada satu pun yang berani berbicara.
“Ayo jujur, siapa yang
mengambil buku pelajaran matematika milik Ani tanpa seijin orangnya?. Kata
gurunya. Karena tidak ada jawaban, maka ibu guru mengambil keputusan untuk
memeriksa tas siswa satu persatu.
“Sekarang semua kasih
tasnya ke ibu guru satu per satu ke depan” Kata Ibu Guru. Tas demi tas sudah
terlewatkan dan buku Ani tetap tidak ditemukan. Sekarang giliran tas Rizki yang
tersisa. Bu guru pun tercengang ketika menemukan buku matematika Ani di dalam
tasnya. Bu guru menyuruh anak-anak masuk ke kelas.
“Anak-anak, ayo masuk”
kata gurunya.
“Rizki, mari sini nak” Kata ibu guru. Dia berdiri menghadap gurunya di meja yang biasanya
di tempati gurunya untuk mengajar.
”Rizki,tadi bu guru
menemukan buku matematika Ani di tasmu, kenapa kamu melakukan itu nak?” Kata
ibu guru.
“Masa sih bu guru?”
kata dia sambil menjelaskan ke gurunya dengan bahasa isyarat dan dengan
perasaan yang sedih dan takut.
“Iya nak, tadi ibu
sendiri yang menemukan buku pelajaraan matematika Ani di dalam tas mu” kata ibu
guru.
“Bu guru, walaupun saya
orang miskin saya tidak akan melakukan hal seperti itu ibu. Saya di ajarkan
ayah saya untuk tidak mengambil barangnya orang tanpa seijin orangnya. Saya
bukan pencuri dan perbuatan yang paling di benci ayah dan Allah adalah kalau saya melakukan hal itu.
Saya takut dosa ibu dan ayah saya pasti akan memukul saya ibu. Tolong saya ibu,
saya bukan pencuri.” Kata dia sambil menangis.
“Bener nak bukan kamu
yang mengambil buku cetak pelajaraan matematikanya Ani? Kata ibu guru.
“Demi ALLAH Bu, bukan
saya yang mengambilnya” Jawab Rizki dengan bahasa isyarat sambil meneteskan air
mata.
Iya, Ibu percaya sama kamu Nak” Kata ibu guru.
“Tapi yang ibu heran
kenapa yah bukunya Ani bisa ada di dalam tasmu ya anak” kata gurunya dengan
perasaan yang bingung.
“Saya tidak itu ibu,
tadi sewaktu istirahat saya di di ruang perpustakaan membaca buku pelajaran”
kata Rizki sambil menangis
Iya udah jangan
menangis lagi yah nak, ayo kembali ke tempat duduk” kata gurunya sambil
menghibur perasaannya.
Keesokan harinya di
sekolah dia di hina lagi dan hinaan itu juga yang membuat dia menangis untuk
kedua kalinya ketika di ejek. “Awas ada orang hutan yang suka mencuri, jaga
barang kalian semua dari orang hutan yang kotor” kata salah satu temannya. Dia
langsung menangis di tempat itu juga dan tiba-tiba ada guru yang lewat. “Ini
kenapa?, apa yang membuat rizki menangis seperti ini dan siapa yang membuat
rizki menangis? Kata gurunya yang lewat itu. Murid-murid yang mengejek lari
berhamburan meninggal tempat itu dengan perasaan takut.
“Ayo nak berdiri,
jangan menangis lagi ya Nak” kata guru itu.
Dia pun berdiri dan
digandeng ibu guru menuju kelasnya. Ketika sampai di kelasnya, tidak adapun
teman-temannya yang mau duduk sama dia. Akhirnya guru yang waktu itu mengajar
di kelas, mempersilahkan duduk di kursi
ibu gurunya. Dia mulai tersadar dengan perkataan ayahnya waktu itu “tetap
selalu tersenyum dan optimis.” Dengan perkataan itulah dia mulai bangkit dari
kesedihannya dan menganggap semua itu sebagai cobaan dari ALLAH untuk
meningkatkan imannya.
Hari demi hari ia lalui
dengan optimis dan semangat walaupun tiada hari tanpa hinaan. Dia senang ketika
ujian semester tiba. Ia menyambut ujian
semester dengan belajar yang serius dan bersungguh-sungguh hingga pada
pembagian rapor dia menjadi juara kelas
lagi dan di juluki “Samson” oleh guru-guru di sekolahnya. Ia dijuluki samsom
karena kemauannya untuk bekerja keras dalam menggapai semua yang ia impikan.
Kelas
empat adalah masa-masa yang suram atau
masa-masa yang buruk selama hidupnya. Dia hampir mau putus sekolah karena tidak
punya uang untuk membayar uang komite yang waktu itu di bebankan kepada setiap
siswa masing-masing 25 ribu per-orang. Bagianya uang sebesar itu tentunya
sangat berat. Dia sempat tidak bersekolah selama seminggu karena beban uang
komite yang belum di bayarnya selama tiga bulan. Selama di rumah yang hanya dia
lakukan adalah belajar dan belajar dan tak lupa juga sholat lima waktu. ALLAH
itu pasti mengabulkan orang yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Dia yakin
dengan doa yang tidak pernah berhenti, maka Allah akan mengabulkan doaku.
Minggu pagi yang cerah…. Seakan menjadi jawaban
doaku. Wali kelasku datang dengan membawakan oleh-oleh untukku. “Ada kabar baik
untuk Rizki. Sekolah tidak mau kehilangan bintang di sekolah kita. Sekolah
ingin Rizki kembali ke sekolah tanpa memikirkan biaya lagi? Kata Ibu guru
sambil memeluk Rizki. Ayahnya langsung sujud di lantai tanah di dalam gubuk
yang penuh kasih. “Inilah jawaban doa kita Rizki, yakin Allah tidak akan pernah
meninggalkan kita?” Kata ayah Rizki sambil mengusap air mata.
Dia
buktikan rasa terima kasihnya kepada ALLAH dengan berusaha keras menjadi bintang
di sekolahnya. Teman-temannya sampai heran dan kaget mendengar Muhammad rizki
yang dijuluki “Samson” mendapat juara kelas.. Di dalam pikiran teman-temannya
“Orang ini makannya apa dan minumnya apa??”.Karena banyak teman-temannya yang mau belajar
dengannya walaupun dia tidak bisa berbicara seperti orang-orang yang memiliki
fisik lengkap dan berfungsi semuanya. Dia mengajarkan teman-temannya melalui
ayahnya dengan bahasa tangan yang waktu itu hanya ayahnya saja yang mengerti.
Sekarang
dia duduk di bangku kelas lima SD dan
masa-masa inilah yang paling dia sukai selama hidupnya. Dia di pilih mewakili
sekolahnya untuk ikut cerdas cermat matematika antar SD Se-Kota Madya. Dia kembali
mendapatkan juara 1. Hadiah yang diterima memang sangat berarti, tetapi yang
paling berarti adalah ciuman ayah yang selalu ada dalam setiap menitnya. Ayahnya
bangga sekali mendengar dia menjadi juara dengan keterbatasan fisiknya. Mata
ayahnya berkaca-kaca dengan prestasi anaknya. “Nak ayah bangga punya anak
seperti kamu yang selalu mau bekerja keras dan selalu mau berusaha”. Ketika
mendengar kata yang keluar dari mulut ayahnya, motivasi dalam hidupnya
bertambah. Ia ingin berusaha lebih keras lagi.
Keesokan
harinya, dia di panggil ke ruang guru karena usahanya. Dia mendapatkan
apresiasi siswa teladan dari gurunya dengan menepelkan fotonya di dinding
sekolah. Kepala sekolah memberikan hadiah uang dari partisipasi guru-gurunya
sebesar Rp500.000. Dia bawa uangnya ke masjid tempat ia sembahnyang. Dia ambil
satu lembar dan dimasukkan dalam kotak infaq yang diletakkan di ujung ruang
masjid. Selebihnya dia berikan ke ayahnya dan untuk pertama kalinya dia diajak
ayahnya makan di warung sederhana. Ayahnya hanya bias menitikkan air mata
karena dapat makan enak karena jerih payah anaknya.
Bulan
berikutnya dia gugur dalam lomba cerdas cermat matematika mewakili sekolahnya
di tingkat provinsi. Ia memang tidak konsentrasi belajar karena ayahnya
sedang sakit keras dan dia tidak bisa mengikuti lomba yang di
selenggarakan di kota Biak. Dia merawat ayahnya dengan tulus. Ia memandikan
ayahnya sampai menyuapi ayahnya makan hingga habis makannya di piring. Dia
mulai berpikir bahwa ayahnya sekarang sudah tidak bisa bekerja lagi karena
kondisi fisiknya yang kurang memungkinkan untuk bekerja.Dia harus bekerja
mencari barang bekas untuk mencukupi kehidupannya.
Keesokan
harinya, dia bangun pagi dengan semangat baru dan tanggung jawab baru karena
harus mengantikan posisi ayahnya yang bekerja mencari barang bekas. Dia
berangkat dari rumah sekitar jam 4 sampai pukul 6. Ia pun merawat ayahnya dan
siap-siap berangkat ke sekolah. Sepulang sekolah ia kembali bergelut dengan
kaleng-kaleng bekas untuk dikumpulkan dan dijual. Dia hanya bermodal karung
bekas dan besi panjang yang dia gunakan untuk bekerja
Sambil
bekerja dia tak lupa membawa buku dan
belajar di tempat-tempat yang teduh dalam setiap perjalanan mencari barang bekas.
Jalan demi jalan dia lewati dengan penuh semangat. Minggu esoknya dia
menghadapi ujian kenaikan kelas. Dia mengerjakan soal ulangan dengan penuh
konsentrasi dan semangat yang kuat dalam dirinya untuk bisa menyelesaikan soal
dengan sempurna. Selesai ujian selayaknya murid pada umumnya, pasti ada sedikit
rasa khawatir dan gelisah akan nilai yang di dapat nantinya. Ternyata Allah
tetap sayang pada Rizki dengan terpilihnya sebagai siswa teladan di
sekolahnya.Kebiasaan membanting tulang setiap harinya dengan mencari barang
bekas di jalanan, akhirnyamendapat apresiasi dari teman-temannya.
Tahun
berikutnya adalah tahun penentuan kelulusannya. Lulus tidaknya bergantung hasil
pembelajaran yang selama ini ia lakukan selama 6 tahun. Dia lebih bersungguh-sunguh
belajar karena dia tau bahwa tahun ini adalah tahun penetuan kelulusannya. Walaupun
dia harus bekerja mencari barang bekas
setiap pagi sampai petang, dia tetap merawat ayahnya yang sedang sakit keras.
Dia ingin membawa ayahnya ke rumah sakit karena belum pernah ayahnya berobat ke
rumah sakit. Keinginan tinggal keinginan karena keuangan mereka yang tidak
mencukupi.
Pagi-pagi
selesai solat subuh, dia pun mulai
memecah pagi dengan korekan-korekan di sampah mencari kaleng bekas. Setiap
tumpukan sampah merupakan lahan yang sangat menggoda. Ia melihat tumpukan
kaleng yang banyak pagi ini hingga dia panjat tembok pemisah yang ternyata
sangat licin. Dia pun terpeleset dan terjatuh tanpa ada yang tahu hingga dia
pingsan. Dia mulai tersadar ketika bau obat-obatan menyengat hidungnya.
Semua
orang sudah berkerumun di depan UGD sambil bertanya pada seorang tukang ojek
yang menolongnya. Luka di kepala yang terbentur batu besar di pinggir selokan
membuat dia harus terbaring di ruang ICU. Teman-teman dan guru-guru sudah
berdatangan ke rumah sakit sambil mengantar ayahnya yang semakin tak berdaya
melihat kondisi Rizki. Sanak saudara kerabat dan para pengagum perjuangan Rizki
berkumpul di depan ruang ICU. Semua terdiam ketika seorang dokter keluar dan
meminta pak Ustadz dan ayahnya masuk ke ruang ICU.
Sesampai
di ruangan ICU, Ustadz dan ayahnya tak kuasa menahan tangis ketika Rizki
mengulurkan tangan. Ayahnya segera mendekap Rizki dan Rizki menarik tangan Pak
Ustadz yang selama ini mengajarinya mengaji. Di antara selang-selang yang ada
dalam tubuhnya, tak ada kata yang diucapkan Rizki hanya Ashadualla
illahaillallah Waashaduanna Muhammadarasullah. Rizki hembuskan nafas terakhir
dengan wajah yang bersinar. Sederetan doa disela-sela isak tangis langsung
memenuhi setiap sudut ruang ICU. Bahkan hamper satu sekolah telah hadir di
ruang ICU dalam desah isak tangis.
“Innalillahi
wainnalillahi raji’un telah berpulang ke rahmatullah anak kita, adek kita,
saudara kita, teman kita yang bernama Muhammad rizki” terdengar penguman
kedukaan dari masjid tempat dimana rizki beribadah untuk melaksanakan sholat
lima waktunya. “Rizki meninggal?” kata tetangganya dengan perasaan
ketidakpercayaan bahwa Rizki telah tiada. “Kita telah kehilangan sosok yang
pantang menyerah, walaupun dengan keterbatasan ekonomi dan fisiknya ia mampu
selalu membuat ayahnya tersenyum ketika melihatnya. Semua semakin terharu
mendengar kejadian penyebab Rizki meninggal. Tumpukan kaleng yang menggiurkan
Rizki ternyata membawa Rizki dalam peristirahatan terakhir. Benarkah sang Izroil memang telah menunggu
Rizki dari balik tumpukan kaleng itu? Memang demikian urutan kejadian yang
penuh rahasia bagi Allah ini.
Jenazah Rizki dimasukan
ke dalam mobil ambulance dari ruangan ICU yang selama ini tempat dimana dia di
rawat di rumah sakit. Di dalam mobil ambulance tak henti-hentinya ayahnya
mengusap wajahnya dan mencium dahinya sambil menangisi Rizki yang sudah tiada
lagi membuatnya tersenyum dan ketawa setiap hari.
Ayahnya
masih gontai ketika pemakaman berlangsung. Warga memakamkan Rizki bersebelahan
dengan ibunya. Sang mendung menitikkan air di tengah reduh cahaya sang surya
yang seakan ikut berduka cita. Hilang
sudah harapan menjadi peserta UN terbaik di sekolahnya dan juga cita-citanya
menjadi seorang dokter kandungan yang selama ini dia dambakan. Angin telah
mengantar Rizki dalam pembaringan yang indah di sisi Allah selama-lamanya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar