animasi bergerak gif
My Widget

Senin, 16 Maret 2015

Cerpen Muhammad rizki

Rahasia dari balik tumpukan  kaleng
   
 Kaos robek, celana pendek lusuh, dan karung kotor selalu membalut raga bocah pencari kaleng yang tak pernah menyapa sang waktu. Muhammad Rizki sang bunda menuliskan nama itu sebelum meregang nyawa. Rizki tidak bisa berbicara ketika dia berinjak usia satu tahun. Ibunya meninggal saat melahirkan dia. Dia hidup sendirian bersama ayahnya yang serba kekurangan.Dia adalah anak tunggal yang sangat di banggakan ayahnya. Penghasilan ayahnya sekitar 5000 ribu per hari dari hasil mengumpulkan kaleng-kaleng di jalanan setiap hari.
Sebuah gubuk kecil yang sudah tua, gelap tanpa listrik, dan taka da satu pun barang istimewa di dalamnya. Hanya sang mentari yang menemani gubuknya dan sang rembulan yang terkadang menyelinap memberikan secercah cahaya. Jika sang rembulan tak hadir, lilin kecil selalu menari menerangi gubuk yang penuh cinta. Cinta yang diterima Rizki dari Allah dan ayahnya tercinta.
Paginya sebelum ke sekolah, dia selalu bekerja dengan ayahnya mencari barang-barang bekas yang di jual untuk menyambung hidupnya. Setiap malam ayahnya hanya berpikir apa yang dapat dimakan untuk keesokan harinya.
Hari ini rizki dapat tersenyum dalam segala keterbatasannya. “Pak …… ih …. ih …. “ suara Rizki sambil menunjuk tempe dan nasi di meja reot di pojok ruangan. “Iya ….. ini untuk Rizk” kata Ayah sambil menaruh nasi dan tempe di atas piring. Setiap hari mereka hanya makan nasi putih dan garam saja dan jika ada rejeki lebih dia dan ayahnya baru membeli lauk pauk.
Ayahnya hanya berdoa dan selalu memberikan semangat untuk Rizki, walaupun seperti sesuatu yang tidak mungkin kalau Rizki ingin menjadi dokter. Dia ingin menjadi dokter kandungan  karena waktu sang ibu melahirkan dia, biaya USG sampai proses persalinannya menurut ayahnya mahal hingga ayahnya tidak sanggup untuk membayarnya. Dia berkomitmen kalau dia menjadi dokter kandungan, dia akan menggratiskan biaya untuk USG sampai proses persalinan untuk ibu-ibu hamil yang kurang mampu dan tidak memiliki dana yang cukup. Dia optimis akan cita-citanya itu akan tercapai walaupun banyak rintangan yang menghambatnya. baginya rintangan itu yang memicu dia menjadi semangat untuk belajar-dan belajar.
Hidup serba kekurangan, namun dia memiliki semangat hidup yang kuat. Ayahnya selalu menanamkan rasa percaya diri dengan menumbuhkan keimanan dari diri Rizki. Di dalam pikirannya ketika bangun pagi adalah semangat hidup untuk memperbaiki kehidupannya nanti menjadi lebih baik dari yang sekarang, walaupun banyak orang-orang yang mencemohnya. Bahkan ketika ayahnya memasukkannya ke sekolah dasar negeri di dekat rumahnya, banyak yang mencibir dengan segala keterbatasannya.
Cemoohan, hinaan, pukulan sering diterimanya, sehingga sering sekali ayahnya melihat badannya yang memar-memar akibat pukulan dari teman-temannya. Dia sering di ejek “manusia bau dan kotor”.Ketika dia lewat di depan teman-temannya dia sering di ejek “awas permisi ada manusia hutan yang mau lewat”. Dia selalu menangis di depan ayahnya ketika pulang sampai di rumah. Bahkan imannya sempat turun karena perlakuan teman-temannya.
“Ayah ALLAH itu maha baik kan?? Tapi kenapa ALLAH menciptakan kondisi fisikku yang seperti ini ayah? Kata Rizki di tengah isak tangisnya sambil menjelaskan dengan bahasa isyarat kepada ayahnya. Ayahnya hanya memeluk dan memeluk sampai Rizki merasakan kasih sayang sebagai kekuatan yang luar biasa dalam dekap sang ayah. Dan ayahnya menjawab  sambil tersenyum “anakku sayang kita tidak boleh berkata begitu kepada ALLAH”
Dalam gubuk mungil inilah ayah dan anak saling mencurahkan hati. Kerongkongan ayah seperti tercekik tidak dapat berkata apa-apa. “Ayah yakin tidak ada satu makhluk pun yang ALLAH ciptakan dengan keburukan,karena ALLAH itu menciptkan makhluknya dengan  kelebihan dan kekurangan. Janganlah kita berputus asaa semua ciptaan manusia di hadapannya ALLAH itu sama. Manusia berbeda di hadapan Allah karena keimanan dan ketaqwaanmasing-masing” Kata ayahnya sambil menguatkan iman dan hatinya lewat perkataan. Anakku sayang, ayah yakin kamu bisa menggapai cita-citamu dengan segala keterbatasan yang kamu miliki, intinya selalu tersenyum dan tetap optimis anakku” kata ayahnya sambil tersenyum dan memberikan kata-kata motivasi untuk dia.
“Assalamualaikum” …… terdengar suara salam seorang wanita. “Waalaikumsalam” jawab ayahnya. “Maaf, saya Riska… ibu guru Rizki ? “Kata Ibu guru yang selalu memotivasi Rizki. Ayahnya memanggil Rizki untuk menemui ibu gurunya. Rizki dan ibu guru terlibat dalam percakapan yang lama sore itu, hingga akhirnya Rizki mulai tersenyum. Enath apa yang diperoleh Rizi dalam pertemuan dengan ibu gurunya.
Dengan kata-kata motivasi yang di berikan oleh ayahnya, Rizki mulai bangkit dari ejekan yang di berikan oleh teman-temannya dan dia beranggapan bahwa apapun kata-kata ejekan yang di berikan oleh teman-temannya soal dirinya seperti angina lalu saja. Dia tidak pernah memasukkan lagi ke hati, sehingga tidak pernah tersakiti lagi soal keterbatasan fisiknya itu. Perhatian yang luar biasa dari para guru lambat laun memberikan semangat bagi Rizki untuk menjadi yang terbaik. Bahkan beberapa Ustadz yang membimbing Rizki mengaji lebih bersemangat ketika Rizki dapat mengalunkan ayat-ayat Al-Quran dengan baik.
Hari demi hari, dia lalui dengan tersenyum dan penuh semangat untuk menggapai cita-citanya. Tidak terasa sudah setahun dia menjadi murid di sekolah tempatnya belajar. Dia mulai belajar dengan sungguh-sungguh dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki. Beruntung banyak juga yang memperhatikan dia di sekolah. Buku pelajaran ia pinjam di perpustakaan sekolah, buku tulis dikasih tetangga, dan  lilin sebagai penerangnya dalam belajar. Hanya semangat yang mengantarkan dia dalam proses belajar di sekolahnya hingga dia mampu menjadi juara satu di kelas. Penghargaan dari sekolah diterimanya dalam cucuran air mata. Dia tidak dapat berkata, dia hanya menuliskan di selembar kertas “Terima kasih untuk semua”
Akhirnya tiba juga liburan semester yang biasa di tunggu-tunggu oleh anak sekolah. Biasanya sering sekali liburan semester di isi dengan bertamasya ke luar kota atau juga berlibur ke tempat rekreasi. Tapi tidak untuk dia, dia mengisi liburannya dengan membantu ayahnya mencari barang bekas yang bisa di jual kembali ke pengumpul barang bekas (BESTU) untuk memenuhi kehidupan hidupnya. Menurut dia  liburan sambil membantu mencari barang bekas bersama ayahnya lebih asik atau menyenangkan ketimbang harus pergi ke mall atau ke tempat rekreasi manapun. Kalaupun bosan, dia sering mencari ikan di sungai dekat rumahnya bersama ayahnya atau mencari keong atau belalang untuk di jadikan sebagai makanan.
Dia menikmati liburan dengan bergelut bersama tumpukan kaleng hingga liburan usai dan dia mulai masuk sekolah. Seperti anak-anak sekolah pada umumnya dia mempersiapkan segala peralatan sekolahnya di malam hari dan memasukkan di dalam tas yang ia miliki, walaupun dengan bermodal buku tulis bekas,pensil,bolpen dan juga tas bekas yang masih layak pakai, namun dia memiliki semangat yang lebih dari sebelumnya. Seusai menyiapkan peralatan sekolah yang ia gunakan besok, ia bergegas tidur dan tak lupa juga dia berdoa kepada ALLAH agar hidupnya esok bersama ayahnya lebih baik dari pada hari ini dan kemarin.
Pagi telah tiba dengan kesempurnaan pagi yang seperti biasanya. Matahari terbit di timur, kokok ayam jantan dan sang awan yang menari dengan indah seakan menyapa bocah yang tak pernah mendapat kasih saying ibu ini. Dia tak pernah sarapan, tak punya uang jajan, tak punya bekal untuk di bawa ke sekolah. Dia hanya punya doa seusai sembahyang subuh. Sebelum berangkat ke sekolah ia berpamitan dan mencium tangan orang tua satu-satunya di dunia ini. Ketika sampai di sekolah, dia dicemooh lagi dan di hina seperti biasanya. “Awas ada manusia hutan yang mau lewat”,dia hanya tersenyum saja dan tidak membalasnya dengan hinaan atau kekerasaan. Untunglah bapak dan ibu guru tidak henti-hentinya mengingatkan teman-temannya dan selalu memberikan semangat kepadanya.
Di dalam pikirannya waktu itu adalah ingin membuktikan bahwa “memang saya ini anak yang kurang sempurna fisiknya dan tidak punya harta yang melimpah, tetapi dengan kerja keras dan usaha yang di landasi iman kepada ALLAH. Dia yakin bahwa bukan saya yang mengejar uang tetapi uang yang akan mengejar saya”.Dia hanya menganggap hinaan itu sebagai angin lalu yang berhembus kepadanya dan hilang dengan sendirinya.
Ujian semester telah tiba dan dia harus menyiapkan diri dengan semua ilmu yang telah bapak dan ibu guru berikan di sekolah. Dia mempelajari lagi ilmu-ilmu yang bapak ibu guru ajarkan.ia belajar dengan serius karena tidak ada radio, televisi, tidak ada hp, tidak ada game, dan tidak ada makanan. Ia belajar hingga larut malam dan tertidur pulas di sebuah tempat tidur yang biasa sebagai tempat belajarnya.
 Paginya, dia memegang tangannya sendiri yang terasa hangat dan badannya terasa sakit. Dia berusaha bangun karena dia ingin mengikuti ujian semester di sekolahnya.Namun sayang ketika dia mengejarkan soal-soal semester yang di berikan,dia tidak terlalu berkonsentrasi akibat kondisi tubuhnya yang semakin menggigil, akhirnya hasil ulangan semester dia mendapatkan peringkat kedua Dia tidak patah semangat untuk menjadi peringkat satu pada semester berikutnya.
Perjalanan hidupnya memang tidak semulus kertas. Suatu hari dia fitnah oleh teman kelasnya yang sangat membenci dia. Temannya memasukkan buku cetak Ani ke tasnya ketika waktu istirahat. “Bu Guru, buku Matematikaku tidak ada nih ibu?” Kata Ani. Bu guru menjawabnya “Bu guru tidak tau nak coba lihat dulu di tas kamu dengan baik, siapa tau terselip” Ani pun memeriksa kembali di tasnya dan berkata pada gurunya “saya sudah memeriksanya bu guru tapi tidak ada”, Akhirnya ibu guru menanyakan ke  semua siswa yang ada di dalam kelas.“Siapa yang mengambil buku matematika Ani, ayo jujur?. Semua terdiam dan tidak ada satu pun yang berani berbicara.
“Ayo jujur, siapa yang mengambil buku pelajaran matematika milik Ani tanpa seijin orangnya?. Kata gurunya. Karena tidak ada jawaban, maka ibu guru mengambil keputusan untuk memeriksa tas siswa satu persatu.
“Sekarang semua kasih tasnya ke ibu guru satu per satu ke depan” Kata Ibu Guru. Tas demi tas sudah terlewatkan dan buku Ani tetap tidak ditemukan. Sekarang giliran tas Rizki yang tersisa. Bu guru pun tercengang ketika menemukan buku matematika Ani di dalam tasnya. Bu guru menyuruh anak-anak masuk ke kelas.
“Anak-anak, ayo masuk” kata gurunya.
 “Rizki, mari sini nak” Kata ibu guru. Dia  berdiri menghadap gurunya di meja yang biasanya di tempati gurunya untuk mengajar.
”Rizki,tadi bu guru menemukan buku matematika Ani di tasmu, kenapa kamu melakukan itu nak?” Kata ibu guru.
“Masa sih bu guru?” kata dia sambil menjelaskan ke gurunya dengan bahasa isyarat dan dengan perasaan yang sedih dan takut.
“Iya nak, tadi ibu sendiri yang menemukan buku pelajaraan matematika Ani di dalam tas mu” kata ibu guru.
“Bu guru, walaupun saya orang miskin saya tidak akan melakukan hal seperti itu ibu. Saya di ajarkan ayah saya untuk tidak mengambil barangnya orang tanpa seijin orangnya. Saya bukan pencuri dan perbuatan yang paling di benci ayah  dan Allah adalah kalau saya melakukan hal itu. Saya takut dosa ibu dan ayah saya pasti akan memukul saya ibu. Tolong saya ibu, saya bukan pencuri.” Kata dia sambil menangis.
“Bener nak bukan kamu yang mengambil buku cetak pelajaraan matematikanya Ani? Kata ibu guru.
“Demi ALLAH Bu, bukan saya yang mengambilnya” Jawab Rizki dengan bahasa isyarat sambil meneteskan air mata.
Iya, Ibu  percaya sama kamu Nak” Kata ibu guru.
“Tapi yang ibu heran kenapa yah bukunya Ani bisa ada di dalam tasmu ya anak” kata gurunya dengan perasaan yang bingung.
“Saya tidak itu ibu, tadi sewaktu istirahat saya di di ruang perpustakaan membaca buku pelajaran” kata Rizki  sambil menangis
Iya udah jangan menangis lagi yah nak, ayo kembali ke tempat duduk” kata gurunya sambil menghibur perasaannya.
Keesokan harinya di sekolah dia di hina lagi dan hinaan itu juga yang membuat dia menangis untuk kedua kalinya ketika di ejek. “Awas ada orang hutan yang suka mencuri, jaga barang kalian semua dari orang hutan yang kotor” kata salah satu temannya. Dia langsung menangis di tempat itu juga dan tiba-tiba ada guru yang lewat. “Ini kenapa?, apa yang membuat rizki menangis seperti ini dan siapa yang membuat rizki menangis? Kata gurunya yang lewat itu. Murid-murid yang mengejek lari berhamburan meninggal tempat itu dengan perasaan takut.
“Ayo nak berdiri, jangan menangis lagi ya Nak” kata guru itu.
Dia pun berdiri dan digandeng ibu guru menuju kelasnya. Ketika sampai di kelasnya, tidak adapun teman-temannya yang mau duduk sama dia. Akhirnya guru yang waktu itu mengajar di kelas,  mempersilahkan duduk di kursi ibu gurunya. Dia mulai tersadar dengan perkataan ayahnya waktu itu “tetap selalu tersenyum dan optimis.” Dengan perkataan itulah dia mulai bangkit dari kesedihannya dan menganggap semua itu sebagai cobaan dari ALLAH untuk meningkatkan imannya.
Hari demi hari ia lalui dengan optimis dan semangat walaupun tiada hari tanpa hinaan. Dia senang ketika ujian semester tiba. Ia  menyambut ujian semester dengan belajar yang serius dan bersungguh-sungguh hingga pada pembagian rapor dia menjadi  juara kelas lagi dan di juluki “Samson” oleh guru-guru di sekolahnya. Ia dijuluki samsom karena kemauannya untuk bekerja keras dalam menggapai semua yang ia impikan.
Kelas empat  adalah masa-masa yang suram atau masa-masa yang buruk selama hidupnya. Dia hampir mau putus sekolah karena tidak punya uang untuk membayar uang komite yang waktu itu di bebankan kepada setiap siswa masing-masing 25 ribu per-orang. Bagianya uang sebesar itu tentunya sangat berat. Dia sempat tidak bersekolah selama seminggu karena beban uang komite yang belum di bayarnya selama tiga bulan. Selama di rumah yang hanya dia lakukan adalah belajar dan belajar dan tak lupa juga sholat lima waktu. ALLAH itu pasti mengabulkan orang yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Dia yakin dengan doa yang tidak pernah berhenti, maka Allah akan mengabulkan doaku.
 Minggu pagi yang cerah…. Seakan menjadi jawaban doaku. Wali kelasku datang dengan membawakan oleh-oleh untukku. “Ada kabar baik untuk Rizki. Sekolah tidak mau kehilangan bintang di sekolah kita. Sekolah ingin Rizki kembali ke sekolah tanpa memikirkan biaya lagi? Kata Ibu guru sambil memeluk Rizki. Ayahnya langsung sujud di lantai tanah di dalam gubuk yang penuh kasih. “Inilah jawaban doa kita Rizki, yakin Allah tidak akan pernah meninggalkan kita?” Kata ayah Rizki sambil mengusap air mata.
Dia buktikan rasa terima kasihnya kepada ALLAH dengan berusaha keras menjadi bintang di sekolahnya. Teman-temannya sampai heran dan kaget mendengar Muhammad rizki yang dijuluki “Samson” mendapat juara kelas.. Di dalam pikiran teman-temannya “Orang ini makannya apa dan minumnya apa??”.Karena  banyak teman-temannya yang mau belajar dengannya walaupun dia tidak bisa berbicara seperti orang-orang yang memiliki fisik lengkap dan berfungsi semuanya. Dia mengajarkan teman-temannya melalui ayahnya dengan bahasa tangan yang waktu itu hanya ayahnya saja yang mengerti.
Sekarang dia duduk di bangku  kelas lima SD dan masa-masa inilah yang paling dia sukai selama hidupnya. Dia di pilih mewakili sekolahnya untuk ikut cerdas cermat matematika antar SD Se-Kota Madya. Dia kembali mendapatkan juara 1. Hadiah yang diterima memang sangat berarti, tetapi yang paling berarti adalah ciuman ayah yang selalu ada dalam setiap menitnya. Ayahnya bangga sekali mendengar dia menjadi juara dengan keterbatasan fisiknya. Mata ayahnya berkaca-kaca dengan prestasi anaknya. “Nak ayah bangga punya anak seperti kamu yang selalu mau bekerja keras dan selalu mau berusaha”. Ketika mendengar kata yang keluar dari mulut ayahnya, motivasi dalam hidupnya bertambah. Ia ingin berusaha lebih keras lagi.
Keesokan harinya, dia di panggil ke ruang guru karena usahanya. Dia mendapatkan apresiasi siswa teladan dari gurunya dengan menepelkan fotonya di dinding sekolah. Kepala sekolah memberikan hadiah uang dari partisipasi guru-gurunya sebesar Rp500.000. Dia bawa uangnya ke masjid tempat ia sembahnyang. Dia ambil satu lembar dan dimasukkan dalam kotak infaq yang diletakkan di ujung ruang masjid. Selebihnya dia berikan ke ayahnya dan untuk pertama kalinya dia diajak ayahnya makan di warung sederhana. Ayahnya hanya bias menitikkan air mata karena dapat makan enak karena jerih payah anaknya.
Bulan berikutnya dia gugur dalam lomba cerdas cermat matematika mewakili sekolahnya di tingkat provinsi. Ia memang tidak konsentrasi belajar  karena ayahnya  sedang sakit keras dan dia tidak bisa mengikuti lomba yang di selenggarakan di kota Biak. Dia merawat ayahnya dengan tulus. Ia memandikan ayahnya sampai menyuapi ayahnya makan hingga habis makannya di piring. Dia mulai berpikir bahwa ayahnya sekarang sudah tidak bisa bekerja lagi karena kondisi fisiknya yang kurang memungkinkan untuk bekerja.Dia harus bekerja mencari barang bekas untuk mencukupi kehidupannya.
Keesokan harinya, dia bangun pagi dengan semangat baru dan tanggung jawab baru karena harus mengantikan posisi ayahnya yang bekerja mencari barang bekas. Dia berangkat dari rumah sekitar jam 4 sampai pukul 6. Ia pun merawat ayahnya dan siap-siap berangkat ke sekolah. Sepulang sekolah ia kembali bergelut dengan kaleng-kaleng bekas untuk dikumpulkan dan dijual. Dia hanya bermodal karung bekas dan besi panjang yang dia gunakan untuk bekerja
Sambil bekerja dia  tak lupa membawa buku dan belajar  di tempat-tempat yang teduh  dalam setiap perjalanan mencari barang bekas. Jalan demi jalan dia lewati dengan penuh semangat. Minggu esoknya dia menghadapi ujian kenaikan kelas. Dia mengerjakan soal ulangan dengan penuh konsentrasi dan semangat yang kuat dalam dirinya untuk bisa menyelesaikan soal dengan sempurna. Selesai ujian selayaknya murid pada umumnya, pasti ada sedikit rasa khawatir dan gelisah akan nilai yang di dapat nantinya. Ternyata Allah tetap sayang pada Rizki dengan terpilihnya sebagai siswa teladan di sekolahnya.Kebiasaan membanting tulang setiap harinya dengan mencari barang bekas di jalanan, akhirnyamendapat apresiasi dari teman-temannya.
Tahun berikutnya adalah tahun penentuan kelulusannya. Lulus tidaknya bergantung hasil pembelajaran yang selama ini ia lakukan selama 6 tahun. Dia lebih bersungguh-sunguh belajar karena dia tau bahwa tahun ini adalah tahun penetuan kelulusannya. Walaupun  dia harus bekerja mencari barang bekas setiap pagi sampai petang, dia tetap merawat ayahnya yang sedang sakit keras. Dia ingin membawa ayahnya ke rumah sakit karena belum pernah ayahnya berobat ke rumah sakit. Keinginan tinggal keinginan karena keuangan mereka yang tidak mencukupi.
Pagi-pagi selesai solat subuh, dia pun  mulai memecah pagi dengan korekan-korekan di sampah mencari kaleng bekas. Setiap tumpukan sampah merupakan lahan yang sangat menggoda. Ia melihat tumpukan kaleng yang banyak pagi ini hingga dia panjat tembok pemisah yang ternyata sangat licin. Dia pun terpeleset dan terjatuh tanpa ada yang tahu hingga dia pingsan. Dia mulai tersadar ketika bau obat-obatan menyengat hidungnya.
Semua orang sudah berkerumun di depan UGD sambil bertanya pada seorang tukang ojek yang menolongnya. Luka di kepala yang terbentur batu besar di pinggir selokan membuat dia harus terbaring di ruang ICU. Teman-teman dan guru-guru sudah berdatangan ke rumah sakit sambil mengantar ayahnya yang semakin tak berdaya melihat kondisi Rizki. Sanak saudara kerabat dan para pengagum perjuangan Rizki berkumpul di depan ruang ICU. Semua terdiam ketika seorang dokter keluar dan meminta pak Ustadz dan ayahnya masuk ke ruang ICU.
Sesampai di ruangan ICU, Ustadz dan ayahnya tak kuasa menahan tangis ketika Rizki mengulurkan tangan. Ayahnya segera mendekap Rizki dan Rizki menarik tangan Pak Ustadz yang selama ini mengajarinya mengaji. Di antara selang-selang yang ada dalam tubuhnya, tak ada kata yang diucapkan Rizki hanya Ashadualla illahaillallah Waashaduanna Muhammadarasullah. Rizki hembuskan nafas terakhir dengan wajah yang bersinar. Sederetan doa disela-sela isak tangis langsung memenuhi setiap sudut ruang ICU. Bahkan hamper satu sekolah telah hadir di ruang ICU dalam desah isak tangis.

“Innalillahi wainnalillahi raji’un telah berpulang ke rahmatullah anak kita, adek kita, saudara kita, teman kita yang bernama Muhammad rizki” terdengar penguman kedukaan dari masjid tempat dimana rizki beribadah untuk melaksanakan sholat lima waktunya. “Rizki meninggal?” kata tetangganya dengan perasaan ketidakpercayaan bahwa Rizki telah tiada. “Kita telah kehilangan sosok yang pantang menyerah, walaupun dengan keterbatasan ekonomi dan fisiknya ia mampu selalu membuat ayahnya tersenyum ketika melihatnya. Semua semakin terharu mendengar kejadian penyebab Rizki meninggal. Tumpukan kaleng yang menggiurkan Rizki ternyata membawa Rizki dalam peristirahatan terakhir.  Benarkah sang Izroil memang telah menunggu Rizki dari balik tumpukan kaleng itu? Memang demikian urutan kejadian yang penuh rahasia bagi Allah ini.
Jenazah Rizki dimasukan ke dalam mobil ambulance dari ruangan ICU yang selama ini tempat dimana dia di rawat di rumah sakit. Di dalam mobil ambulance tak henti-hentinya ayahnya mengusap wajahnya dan mencium dahinya sambil menangisi Rizki yang sudah tiada lagi membuatnya tersenyum dan ketawa setiap hari.

Ayahnya masih gontai ketika pemakaman berlangsung. Warga memakamkan Rizki bersebelahan dengan ibunya. Sang mendung menitikkan air di tengah reduh cahaya sang surya yang  seakan ikut berduka cita. Hilang sudah harapan menjadi peserta UN terbaik di sekolahnya dan juga cita-citanya menjadi seorang dokter kandungan yang selama ini dia dambakan. Angin telah mengantar Rizki dalam pembaringan yang indah di sisi Allah selama-lamanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar